Jumlah Pengunjung Saat Ini

Rabu, 19 Mei 2010

Malaysia Promosikan Kebhinekaan Budayanya

Malaysia Promosikan Kebhinekaan Budayanya


Duta kebudayaan Malaysia menggunakan pakaian tradisional sebagai cermin budaya malaysia.

TEMPO Interaktif, Jakarta - Pemerintah Malaysia mempromosikan kebhinekaan seni dan budayanya di Usmar Ismail Hall, gedung Pusat Perfilman Usmar Ismail, Kuningan, Jakarta Selatan, pada Kamis malam lalu. Acara bertajuk "1 Malaysia: Harmoni dalam Keragaman" itu dihadiri oleh Menteri Komunikasi dan Kebudayaan Malaysia Datuk Seri Utama Rais Yatim, Menteri Komunikasi dan Informatika Indonesia Tifatul Sembiring, Sekretaris Jenderal Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Wardiyatmo, dan Sekretaris Jenderal ASEAN Surin Pitsuwan.

Malaysia hendak menunjukkan bagaimana kebudayaannya terdiri dari komponen-komponen yang terpisah dan berbeda namun mencerminkan sebuah lanskap yang telah dibentuk oleh penggabungan dari budaya masyarakat Malaysia secara kosmopolitan. "Ini merupakan campuran menarik dari unsur budaya kelompok etnis utama dengan orang-orang pribumi di negara ini," kata Rais Yatim sebelum acara dimulai.

Menurut Surin Pitsuwan, budaya merupakan sebuah kekuatan untuk menginspirasi kreativitas dan membantu merekatkan komunitas di tengah masyarakat yang berbeda-beda. Dia mengaku bahwa ASEAN sebagai penyelenggara sangat bahagia dapat menggelar acara seperti ini. "Kami memberi kehormatan untuk keanekaragaman budaya, toleransi, dialog dan kerja sama," katanya.

Adapun Tifatul mengatakan bahwa acara tersebut dapat dimanfaatkan sebagai ajang silaturahmi oleh negara-negara anggota ASEAN, seperti Indonesia dan Malaysia. "Kita ini negara serumpun. Ini merupakan ajang promosi kita bersama," katanya.

Acara tersebut, kata dia, merupakan bagian dari usaha pemerintah dalam diplomasi budaya. "Kami berharap melalui diplomasi budaya seperti ini kita dapat meredakan pernik-pernik perbedaan yang pernah ada," kata Tifatul.

Menurut Rais Yatim, acara tersebut merupakan acara tradisi ASEAN, khususnya di bidang seni, yang malam itu giliran Malaysia mempertunjukkan kesenian dan kebudayaannya. Acara ini, katanya, juga bertujuan untuk merekatkan kembali persahabatan di negara anggota ASEAN, khususnya antara Indonesia dan Malaysia.

"Budaya di Malaysia merupakan penggabungan unik bentuk budaya, nilai-nilai dan praktik yang kaya dan beragam," kata Rais.

Malam itu Malaysia menyajikan tiga segmen kebudyaannya, yakni yang tradisional, modern dan kontemporer, yang di tiap-tiap segmen menggambarkan cirinya yang beragam karena konteks, asal-usul dan hal-hal yang mempengaruhinya. Sekitar 400 tamu menikmati bermacam-macam musik, lagu, dan tari dari Malaysia.

Segmen tradisional menggambarkan berbagai suku di negeri itu, seperti Cina, India dan Arab. Para pengunjung dapat menangkapnya dengan jelas sejak tiba di pintu masuk Usmar Ismail Hall sudah disambut oleh para pemuda Malaysia yang mengenakan pakaian adat dari berbagai daerah di negerinya, termasuk busana khas Cina, Arab dan India. Dalam segmen ini ditampilkan lagu "Our Roots" oleh Muhammad Ikhwal, tarian Cina, tari zapin dari Arab, dan tari rakyat India. "Ini menggambarkan keragaman etnis yang ada di Malaysia," kata Rais.

Segmen kedua memperkenalkan Malaysia sebagai negara modern dengan Kuala Lumpur sebagai pusat kesenian. Di sini disajikan pertunjukan musik "Zikir in Fusion" dan "Zapin in Fusion" serta lagu "Kuala Lumpur: A Vibrant City of Culture" oleh Noryn Aziz.

Adapun segmen terakhir menggambarkan Malaysia sebagai masyarakat dengan satu irama satu gerakan, yang hidup bersama secara harmonis dan berjuang untuk kemakmuran Malaysia. Di panggung kali ini disajikan pertunjukan musik "One Rhythm, One Movement" oleh Sham, Sesatre dan Kam, "Malaysia in 1" dan joget Malaysia.

Herry Fitriadi

Rampak Melayu dalam Panggung Serantau

Rampak Melayu dalam Panggung Serantau

Rampak Melayu dalam Panggung Serantau. Tempo/Dwi Narwoko

TEMPO Interaktif, Pokok beringin daunnya lebat
Ditanam orang di negeri Siam
Kami ingin berkenal dekat
Di mana rumah tempat berdiam

Lebat daunnya di pokok beringin
Akar menjuntai sempat ke bawah
Jika itu yang Cik Abang ingin
Tanyakan saja pada Toke


Gelak tawa berhambur cicit-mencicit dari mulut sekelompok ronggeng Melayu. Mereka berhimpun satu sama lain mengelilingi seorang Cina totok yang mereka sebut Toke. Perempuan penghibur itu sangatlah rupawan. Sampai-sampai tiga lelaki hidung belang itu mabuk kepayang ingin bertegur sapa.

Pantun berlarik-larik mereka lantunkan demi menarik hati. Ronggeng itu membalasnya satu demi satu. Rupanya tak semudah itu mereka mendapatkannya. Untuk menggunakan jasa para penghibur, mereka harus membeli tiket dari Toke.

Begitulah dialog terjadi antara Toke dan tiga lelaki hidung belang itu. Salah satu cuplikan teatrikal berjudul Berbalas Pantun dalam pertunjukan Panggung Melayu Serantau, pada Jumat malam pekan lalu, di Teater Luwes Institut Kesenian Jakarta. Pergelaran tarian Melayu tersebut digarap oleh koreografer ulung Arison Tom Ibnur.

“Tari Melayu tak lagi populer sejak Orde Baru,” kata Tom. Padahal, semasa pemerintahan Bung Karno pada 1950-an, tari Melayu, seperti Serampang Dua Belas atau Mak Inang Pulau Kampai, dikukuhkan menjadi tarian nasional. Kedua tari karya maestro tari Melayu, Sauti, tersebut digarap dengan sangat rampak pada pementasan kali ini.

Keberadaan ronggeng, kata Tom, tak hanya ada di Jawa. Masyarakat Melayu juga menyebut perempuan penghibur ini sebagai ronggeng. Bahkan hingga saat ini masih bisa ditemui di desa-desa kecil masyarakat Melayu. Tak dimungkiri bahwa peran ronggeng selalu identik dengan prostitusi. Namun masih ada juga yang hanya berlaku sebagai perempuan penghibur.

Tom mengatakan filosofi tarian Melayu tak kalah kaya dibanding tarian Jawa. Serampang Dua Belas, misalnya, yang mengisahkan perjalanan cinta sepasang muda-mudi. Terdapat 12 tema yang bercerita seputar muda-mudi tersebut memulai pendekatan dan akhirnya merajut pernikahan. Apabila mereka sudah saling mengaitkan sapu tangan masing-masing, pertanda pernikahan telah mereka lakukan.

Berangkat dari sebuah tarian rakyat, Serampang Dua Belas berkembang di seluruh Kepulauan Nusantara, termasuk Malaysia dan Filipina. Sang kreator Sauti kemudian memolakannya sehingga tarian tersebut bisa dipelajari dan dikembangkan. "Saya khawatir pakem-pakem yang sudah dibuat oleh Sauti itu menjadi usang dan tidak diperhatikan lagi sebagai khazanah Indonesia," ujar Tom.

Menurut Tom, pergelaran ini salah satu cara mereka cipta sekaligus mereaktualisasi keberadaan tari Melayu. Tom menampilkan enam komposisi tari karyanya sendiri ataupun karya Sauti. Diawali dengan Sembah Makan Sirih, tarian persembahan sekapur sirih sebagai simbol rasa hormat bagi tetamu dalam sebuah perhelatan. Para penari perempuan membawa tempat sirih dan rangkaian bunga menunjukkan keramahan dan kehalusan budi. Penari pria dengan gagah membawa payung emas bertingkat yang menunjukkan kemegahan budaya Melayu. Gerakan tari kemudian berakhir dengan mempersembahkan sirih tersebut kepada para tamu.

Ada pula tari Zapin Dana Bedana. Tarian yang semula dibawa para saudagar Arab ini telah diadopsi seutuhnya oleh masyarakat Melayu. Tari Zapin menunjukkan kegembiraan muda-mudi. Pada awalnya kaum perempuan tak diperbolehkan menari Zapin. Tapi masyarakat Melayu telah memperbolehkannya. "Saya coba libatkan perempuan menari Zapin tapi masih dalam tata krama dan sopan santun Melayu,” kata Tom.

Bermula dari gerakan dua penari laki-laki, salah satunya Tom, di atas sebuah permadani. Mereka beradu gerak, saling melengkapi hingga membentuk semacam dialog dalam gerakan. Alas permadani yang digelar bukan tanpa alasan. Karpet indah ini menunjukkan kepiawaian penari. Barang siapa yang mampu menari di atas karpet tanpa terlipat, sudah lihailah mereka. Tingkatan selanjutnya, mereka boleh menggunakan alas rotan.

Selepas gerakan duet pembuka itu, para penari laki-laki dan perempuan berpasangan menghambur memenuhi panggung. Suasana riang kental terasa. Gerakan-gerakan canda sesekali terlihat. Saking riuhnya, kadang gerak mereka menjompak-jompak mengajak diri larut dalam keriangan itu.

Tak hanya dendang tarian, tapi musik juga mengalun riang. Seperangkat alat musik, seperti biola, akordeon, kendang, dan gambus, tertata sedemikian rupa. Ditambah lagi pelantun lagu yang kental dengan cengkok Melayu. Bahkan pada satu kesempatan, penonton diajak serta berdendang bersama, membaur dalam panggung.

Pentas itu boleh dibilang tak semeriah keberadaan tari Melayu. Belakangan popularitas tarian Melayu makin memudar. Tokoh-tokohnya juga banyak yang meninggal dan tak sempat melakukan regenerasi.

Bahkan ciptaan Sauti justru populer di luar Indonesia. Di sana, tarian tersebut dipelihara dan dikembangkan menjadi lebih kontemporer. "Mereka menghargai tarian Sauti itu milik Indonesia," Tom menjelaskan.

Ismi Wahid